Sebanyak 1,3 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia saat ini belum memiliki rumah. Untuk itu, diperlukan optimalisasi layanan tabungan perumahan PNS sehingga penyediaan rumah bagi PNS dapat terlaksana dengan baik. “Sebanyak 1,3 juta Indonesia saat ini belum punya rumah. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara bersama-sama,” ujar Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa saat menjadi keynote speaker pada kegiatan Seminar Bapertarum PNS bertemakan Meningkatkan kesejahteraan PNS, melalui optimalisasi layanan tabungan perumahan PNS dengan mengedepankan prinsip pengelolaan keuangan yang bersih dan bebas dari korupsi di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (3/5).
Hadir dalam kegiatan tersebut Sesmenpera Iskandar Saleh, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo, Penasehat KPK Said Zaenal Abidin, dan anggota BPK Hasan Bisri serta perwakilan dari kementerian lainnya seperti dariKementerian Dalam negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN, dan BKN.
Menurut Suharso Monoarfa, gaji yang diterima oleh PNS saat ini memang bisa dikatakan belum optimum untuk memenuhi kebutuhan para abdi negara tersebut. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan pemilikan rumah bagi para PNS. Jumlah PNS terbanyak di Indonesia sekarang adalah guru dan tenaga medis.
Lebih lanjut, Suharso Monoarfa menyatakan, guna mengoptimalisasikan dana yang tersedia sekarang pemerintah akan terus mengupayakan eksistensi agar Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum PNS) bisa dirasakan oleh PNS. “Dana yang terkumpul dari iuran PNS untuk tabungan perumahan mencapai angka sekitar Rp 6,1 Triliun. Oleh karena itu, eksistensi Bapertarum PNS perlu lebih ditingkatkan agar bisa dirasakan oleh PNS di seluruh Indonesia,” katanya.
Terkait dengan tabungan bagi PNS, pada kesempatan itu Suharso Monoarfa juga menceritakan bahwa tahun 2005 lalu Presiden RI telah memberikan disposisi mengenai pengutipan gaji PNS untuk menabung sebanyak 2,5 persen dari gaji pokoknya. Namun demikian hingga saat ini keputusan Presiden itu belum berjalan dengan baik. “Saya juga bingung dimana letak persoalannya sehingga hal itu belum bisa dilaksanakan sebab hingga saat ini belum ada perkembangan terkait tabungan PNS tersebut,” imbuhnya.
Saat ini, kebutuhan rumah bagi PNS memang lebih besar jika dibandingkan dengan kebutuhan rumah prajurit TNI yang mencapai angka 540.000 unit. Dengan asumsi rata-rata setiap tahun dibangun sekitar 3.000 rumah bagi TNI per tahun, maka untuk memenuhi kebutuhan rumah TNI diperlukan waktu sekitar 92 tahun. Saat Kemenpera ikut menawarkan program kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Rusunawa bagi TNI menjadi hanya 18 – 20 tahun saja.
Pemerintah saat ini, ungkap Suharso Monoarfa, juga terus berusaha melakukan intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan rumah bagi PNS. “Kalau tidak diintervensi pemerintah mungkin waktu yang diperlukan dua kali lipat dari pemenuhan rumah bagi TNI yakni 180 tahun. Tentu hal itu tidak kita inginkan khususnya bagi PNS yang telah mengabdikan dirinya selama berpuluh-puluh tahun,” terangnya.
Sementara itu, anggota BPK Hasan Bisri mengatakan, status dana tabungan perumahan PNS berdasarkan definisi dan unsur-unsur keuangan negara yang ditetapkan oleh UU No. 17 Tahun 2003, maka Dana Tabungan Perumahan (Taperum) PNS termasuk bagian dari keuangan negara, yaitu kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Oleh karena itu, keuangan negara harus dikelola secara tertib, ekonomis, efisien dan efektif, transparan, bertanggung jawab dan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, akuntabilitas berorientasi pada hasil (kinerja), professional, proporsional dan pemeriksaan oleh lembaga yang bebas dan mandiri.
Hasan Bisri menambahkan, dirinya mengusulkan beberapa saran untuk pengelolaan Taperum PNS ke depan. Pertama, diperlukan perubahan dasar hukum pemungutan Taperum, dari Keppres menjadi UU atau minimal PP.ilai iuran Taperum ditetapkan dalam bentuk prosentasi tertentu dari gaji pokok, berdasarkan perhitungan atau kajian ahli aktuaria. “Dengan jumlah PNS saat ini sekitar 4,7 juta, maka apabila iuran Taperum ditetapkan Rp50.000 per bulan, akan menghasilkan dana sebesar Rp 2,82 T per tahun,” ungkapnya. Kedua, n
Ketiga, status lembaga pengelola Taperum diperjelas, apakah akan diserahkan kepada lembaga pengelola yang bersifat nirlaba; dikelola melalui sistem asuransi atau dikelola oleh pemerintah. Ke empat, harus ada batasan yang jelas tentang jumlah maksimum biaya pengelolaan Taperum. Adanya akuntabilitas dana Taperum harus diatur secara tegas agar pengelolaan Taperum lebih transparan dan akuntabel. Nilai bantuan perumahan kepada PNS ditingkatkan agar bisa efektif membantu PNS dalam kepemilikan rumah. “Perlu dikaji kemungkinan PNS diberikan tunjangan perumahan, namun tunjangan tersebut langsung dipotong sebagai Taperum, yang dikelola secara profesional, akuntable dan transparan,” katanya.
Lebih lanjut, Hasan Bisri menyatakan, potongan dana Taperum PNS pertama kali dilakukan berdasarkan gaji bulan Februari 1993. Sampai saat ini jumlahnya belum berubah yaitu golongan I Rp3.000; Golongan II Rp5.000; Golongan III Rp7.000; dan Golongan IV Rp10.000 per bulan. “Tarip itu saat ini dinilai terlalu kecil. Sebab kebutuhan PNS khususnya untuk perumahan juga terus meningkat karena harga rumah yang semakin naik dari waktu ke waktu,” katanya.
Sedangkan nilai bantuan uang perumahan kepada PNS berdasarkan Keppres Nomor 14/ Tahun 1993 tidak mengatur tentang nilai bantuan uang muka KPR atau bantuan pembangunan rumah bagi PNS. Namun Bapertarum menetapkan bantuan perumahan untuk PNS adalah Golongan I Rp1.200.000; Golongan II Rp1.500.000; Golongan III Rp1.800.000 dan Golongan IV Rp2.100.000. Nilai bantuan perumahan yg relatif kecil tersebut karena tarip pungutan Taperum juga sangat kecil, sehingga tidak mampu memberikan bantuan perumahan yang layak. “Bagi PNS yang berhenti tetapi belum pernah menerima dana bantuan perumahan, memperoleh pengembalian dana Taperum tanpa bunga,” terangnya.
Penasehat KPK Said Zaenal Abidin mengungkapkan,kompensasi yang diterima oleh PNS memang belum mencukupi kebutuhannya. Sedangkan standar gaji yang ada belum ada padahal kebutuhan hidup PNS juga semakin meningkat. “Banyak PNS yang bekerja untuk hidup. Jadi gaji yang diterima malah habis untuk biaya hidup,” terangnya.
0 comments:
Post a Comment